Jumat, 19 Januari 2018

Etika Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen



1.      Etika dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen
a.      Tanggung Jawab Akuntan Keuangan dan Akuntan Manajemen

Akuntansi keuangan adalah suatu bagian dari ilmu akuntansi yang mempelajari tentang penyiapan laporan keuangan untuk pihak lar, misalnya Pemegang Saham, Pemasok, serta pemerintah. Sebagai salah satu bagian dari ilmu akuntansi, maka akuntansi keuangan masih memakai prinsip dasar dalam ilmu akuntansi, yakni Aset = Liabilitas + Ekuitas.
Seorang akuntan keuangan bertanggung jawab untuk :

1.      Menyusun laporan keuangan dari perusahaan secara integral, sehingga dapat digunakan oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan dalam pengambilan keputusan.
2.      Membuat laporan keuangan yang sesuai dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan (IAI, 2004) yaitu dapat dipahami, relevan, materialistis, keandalan, dapat diperbandingkan, kendala informasi yang relevan dan handal, serta penyajian yang wajar.
3.      Akuntansi manajemen yaitu penyatuan bagian manajemen yang mencakup, penyajian dan penafsiran informasi yang digunakan untuk perumusan strategi, aktivitas perencanaan dan pengendalian, pembuatan keputusan, optimalisasi penggunaan sumber daya, pengungkapan kepada pemilik dan pihak luar, pengungkapan kepada pekerja, pengamanan asset guna menghasilkan informasi untuk pengguna internal, seperti manajer, eksekutif, dan pekerja.
·         Tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang akuntan manajemen lebih luas dibandingkan tanggung jawab seorang akuntan keuangan, yaitu :
·         Perencanaan, menyusun dan berpartisipasi dalam mengembangkan sistem perencanaan, menyusun sasaran-sasaran yang diharapkan, dan memilih cara-cara yang tepat untuk memonitor arah kemajuan dalam pencapaian sasaran.
·         Pengevaluasian, mempertimbangkan implikasi-implikasi historical dan kejadian-kejadian yang diharapkan, serta membantu memilih cara terbaik untuk bertindak.
·         Pengendalian, menjamin integritas informasi finansial yang berhubungan dengan aktivitas organisasi dan sumber-sumbernya, memonitor dan mengukur prestasi, dan mengadakan tindakan koreksi yang diperlukan untuk mengembalikan kegiatan pada cara-cara yang diharapkan.
·         Menjadi pertanggungjawaban sumber, mengimplementasikan suatu sistem pelaporan yang disesuaikan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi sehingga sistem pelaporan tersebut dapat memberikan kontribusi kepada efektifitas penggunaan sumber daya dan pengukuran prestasi manajemen.
·         Pelaporan eksternal, ikut berpartisipasi dalam proses mengembangkan prinsip-prinsip akuntansi yang mendasari pelaporan eksternal.





b.    Competence, Confidentiality, Integrity and Objectivity of Management Accountant

Standar etika perilaku bagi akuntan manajemen dijelaskan dalam empat kriteria berikut ini :
a. Kompetensi (Competence)
Menjaga tingkat kompetensi profesionalitas yang memadaiMelaksanakan tugas-tugas profesional sesuai dengan hukum, peraturan dan standar teknis yang berlaku.Menyiapkan laporan dan rekomendasi yang lengkap serta jelas setelah melakukan analisis yang benar.
b. Kerahasiaan (Confodentiality)
Menahan diri untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh, kecuali diharuskan secara hukum. Memberitahukan kepada bawahan seperlunya kerahasiaan dari informasi yang berkenaan dengan tugas-tugasnya dan memonitor aktivitas mereka untuk menjaga kerahasiaan tersebut
c.  Integritas (Integrity)
Menghindari diri dari konflik kepentingan dan mengingatkan semua pihak tentang potensi konflik. Menahan diri dari pelaksanaan kegiatan yang akan menimbulkan keraguan akan kemampuannya untuk melakukan tugasnya secara etis. Menolak setiap pemberian, penghargaan dan tanda mata yang dapat mempengaruhi tindakan.Menahan diri untuk tidak melakukan campur tangan terhadap legitimasi organisasi, baik secara aktif maupun pasif.
d.  Objektifitas
Mengkomunikasikan informasi secara adil dan objektif.Mengungkapkan semua informasi relevan yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan oleh manajemen.

c.    Whistle Blowing

Awal mula Whistle Blower berasal dari bahasa inggris whistle blower (Inggris artinya : peniup peluit). Secara definisi, whistle blower adalah seorang pegawai (employee) atau karyawan dalam suatu organisasi yang melaporkan, menyaksikan, mengetahui adanya kejahatan ataupun adanya praktik yang menyimpang dan mengancam kepentingan publik di dalam organisasinya dan yang memutuskan untuk mengungkap penyimpangan tersebut kepada publik atau instansi yang berwenang (wikipedia, Columbia electronic encyclopedia : 2005).
Whistle bowing dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Whistle blowing internal
Terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan karyawan kemudian melaporkan kecurangan tersebut kepada atasannya.
b. Whistle blowing eksternal
Terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan lalu membocorkannya kepada masyarakat karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat.



d.   Creative Accounting

Creative Accounting adalah semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999). Pihak-pihak yang terlibat di dalam proses creative accounting, seperti manajer, akuntan (sepengetahuan saya jarang sekali ditemukan kasus yang melibatkan akuntan dalam proses creative accounting karena profesi ini terikat dengan aturan-aturan profesi), pemerintah, asosiasi industri, dll.

Creative accounting melibatkan begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan keuangan yang tidak benar, seperti permainan pembukuan (memilih penggunaan metode alokasi, mempercepat atan menunda pengakuan atas suatu transasksi dalam suatu periode ke periode yang lain).

e.    Fraud Accounting 
Kecurangan Fraud sebagai suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam bahasa yang lebih sederhana,fraudadalah penipuan yang disengaja. Hal ini termasuk berbohong, menipu, menggelapkan dan mencuri.Yang dimaksud dengan penggelapan disini adalah merubah asset/kekayaan perusahaan yang dipercayakan kepadanya secara tidak wajar untuk kepentingan dirinya.Fraud dapat dilakukan oleh seseorang dari dalam maupun dari luar perusahaan.Fraud umumnya dilakukan oleh orang dalam perusahaan (internal fraud) yang mengetahui kebijakan dan prosedur perusahaan.  Mengingat adanya pengendalian (control) yang diterapkan secara ketat oleh hampir semua perusahaan untuk menjaga asetnya, membuat pihak luar sukar untuk melakukan pencurian. Internal fraud terdiri dari 2  (dua) kategori yaitu Employee fraud yangdilakukan oleh seseorang atau kelompok orang untuk memperoleh keuntungan finansial pribadi maupun kelompok dan Fraudulent financial reporting.

f.     Fraud Auditing

Menurut Alison (2006) dalam artikel yang berjudul Fraud Auditing mendefinisikan kecurangan (Fraud) sebagai bentuk penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut.

2.      Isu Etika Signifikan dalam dunia bisnis dan profesi
a.      Benturan Kepentingan
Benturan kepentingan terjadi apabila perusahaan atau pemilik perusahaan berada dalam kapasitas dan posisi yang memungkinkannya mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan pribadi atau perusahaan tanpa dilandasi pertimbangan yang adil dan objektif.Dalam kasus pebisnis menduduki posisi di pemerintahan atau lembaga legislatif, dikhawatirkan terjadi konflik kepentingan yang disebut oleh Kernaghan dan Langford sebagai self-dealing.Bagaimanapun, benturan kepentingan tidak selalu berasal dari kapasitas atau posisi formal pelaku bisnis dalam pemerintahan atau legislatif. Benturan kepentingan juga dapat berasal dari kekuatan lain seperti kekuatan keuangan dan kemampuan melobi. Banyak pelaku bisnis yang memiliki kedua hal itu meski berada di luar pemerintahan atau lembaga legislatif.Akibatnya, mereka bukan saja dapat terjebak dalam benturan kepentingan, namun juga perbuatan-perbuatan tercela.
Boleh jadi memang tidak selalu ada aturan formal yang khusus dibuat untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan.Namun terlepas dari ada atau tidaknya aturan formal, pelaku bisnis hendaknya tidak hanya melihat benturan kepentingan dari aspek legal formal semata.Harus pula dipertimbangkan masalah etika.Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Pelaku bisnis yang peduli kepada etika tidak akan melakukan perbuatan yang melanggar hukum, menghindari tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan tuntutan hukum, dan menghindari tindakan-tindakan yang akan menghancurkan citra dan reputasi pelaku bisnis. Namun di samping ketiga hal itu, pelaku bisnis yang peduli etika juga akan menghindari perilaku yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, termasuk dengan kekuasaan.
Ketidakpedulian terhadap etika bukan hanya akan berdampak buruk bagi masyarakat, namun juga bagi perusahaan dan pelaku bisnis sendiri, seperti anjloknya reputasi serta harus dikeluarkannya untuk memulihkan reputasi yang hilang, yang seringkali amat mahal. Namun yang paling sulit dikembalikan adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap segala tindakan yang dilakukan pelaku bisnis di masa depan.
b.      Etika Dalam Tempat Kerja

Kemerosotan nilai dalam dunia kerja juga diakui oleh ahli filsafat Franz Magnis Suseno, bahwa etika dalam tempat kerja mulai tergeser oleh kepentingan pencapaian keuntungan secepat-cepatnya.Eika sudah tidak ada lagi dan kegiatanekonomi hanya dimaknakan sebagai usaha mencari uang dengan cepat.Akibatnya, perusahaan memberlakukan karyawan dengan buruk dan tidak menghormati setiap pribadi.Etika dalam profesionalisme bisnis.Ada dua hal yang terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung jawab.Kepercayaan diterjemahkan kepada bagaimana mengembalikan kejujuran dalam dunia kerja dan menolak stigma lama bahwa kepintaran berbisnis diukur dari kelihaian memperdayasaingan. Sedangkan tanggung jawab diarahkan atas mutu output sehingga insan bisnis jangan puas hanya terhadap kualitas kerja yang asal-asalan.
Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan tersebut.Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk “kejahatan kerah putih”.
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1.    Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga menimbulkan citra negatifdari pihak konsumen.
2.    Etika Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan memperoleh penghargaan.
3.    Etika dalam hubungan dengan public
Hubungan dengan publik harus di jaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis.Hubungan dengan public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup.
c.       Aktivitas Bisnis Internasional – Masalah Budaya

Kepemimpinan berperan sebagai motor yang harus mampu mencetuskan dan menularkan kebiasaaan produktif di lingkungan organisasi. Maka dengan demikian, masalah budaya perusahaan bukanlah hanya apa yang akan dikerjakan sekolompok individu melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku mereka pada saat mengerjakan pekerjaan tersebut. Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan
Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini.Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan.Giliran situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu.Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya).
Jadi ketika perusahaan berskala Internasional yang sudah pasti memiliki banyak karyawan membuat suatu kebijakan yang kemudian nantinya dilaksanakan oleh karyawannya, semakin lama waktu berjalan maka kebiasaan tersebut menjadi suatu budaya di perusahaan tersebut, maka dari itu seharusnya sebuah peusahaan memikirkan matang-matang mengenai kebijakan yang akan diberlakukan agar tidak menimbulkan budaya yang tidak baik bagi perusahaan tersebut.


d.      Akuntabilitas Sosial
Tujuan Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
1.    Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan produksi suatu perusahaan
2.    Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
3.    Untuk menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatuperusahaan. Salah satu alasan utama kemajuan akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi dan kerugian.
4.    Menentukan biaya dan manfaat social
Sistem nilai masyarakat merupakan faktor penting dari manfaat dan biaya sosial.Masalah nilai diasumsikan dapat diatasi dengan menggunakan beberapa jenis standar masyarakat dan mengidentifikasikan kontribusi dan kerugian secara spesifik.
e.       Manajemen Krisis

Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Artinya terjadi gangguan pada proses bisnis ‘normal’ yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis.
Kejadian buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk.Mulai dari bencana alam seperti Tsunami, musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai kepada karyawan yang mogok kerja.Aspek dalam Penyusunan Rencana Bisnis.Setidaknya terdapat enam aspek yang mesti kita perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis yang lengkap. Yaitu tindakan untuk menghadapi :Situasi darurat (emergency response).
1.    Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster recovery),
2.    Skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery),
3.    Strategi untuk memulai bisnis kembali (business resumption),
4.    Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency planning), dan
5.    Manajemen krisis (crisis management).

Penanganan Krisis pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis, perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi.Sekaligus menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar