PENDAHULUAN ETIKA SEBAGAI TINJAUAN
1. Pengertian Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk
tunggal kata 'etika' yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya
yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu:
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta
etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari
bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya
istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat
moral.
Menurut Brooks (2012), dari segi
etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang
berarti watak kesusilaan atau adat. Namun secara umum, Etika adalah cabang dari
filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku ini benar
atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan
untuk menghindari permasalahan di dunia nyata.
Beberapa
pengertian etika adalah sebagi berikut (Suryana, 2010) :
a.
Etika adalah perbuatan standar yang
memimpin individu dalam membuat keputusan.
b.
Etika adalah suatu studi mengenai
yang benar dan yang sala serta pilihan moral yang dilakukan seseorang.
c.
Keputusan etis adalah suatu hal
yang benar mengenai prilaku standar.
2. Prinsip-prinsip Etika
Sedangkan
prinsip-prinsip etika sebagai berikut :
a. Usaha
membangun kepercayaan antara anggota masyarakat dengan perusahaan atau
pengusaha.
b. Kejujuran.
Banyak orang beranggapan bahwa bisnis adalah kegiatan tipu-menipu demi mendapat
keuntungan. Ini jelas keliru. Sesungguh nya kejujuran merupakan kunci
keberhasilan.
c. Keadilan.
Perilaku ssetiap orang sesuai hak nya. Misalnya, berikan upah karyawan sesuai
standard an jangan pelit memberi bonus.
d. Simpatik.
Kelola emosi. Tampilkan wajah ramah dan simpatik bukan hanya di depan klien dan
konsumen tapi juga dihadapan orang-orang berhubungan dengan bisnis.
Prinsip etika menurut IAI dalam
kongres VIII tahun 1998 yang telah ditentukan ketetapannya :
a.
Tanggung Jawab Profesi
Dalam prinsip tanggung jawabnya sebagai profesional,
setiap anggota berkewajiban menggunakan pertimbangan moral dan profesional
setiap melakukan kegiatannya.
b. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak
dalam kerangka pelayanan kepada publik, mengormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
c. Integritas
Integritas adalah suatu satu kesatuan yang mendasari
munculnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari
kepercayaan publik dan merupakan standar bagi anggota dalam menguji semua keputusan
yang diambilnya.
d. Objektivitas
Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap
adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual, tidak berprasangka atau bias,
serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
e. Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat
dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti
bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan
konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
3. Basis Teori Etika
a. Etika Teleologi
dari kata Yunani, telos = tujuan, Mengukur baik
buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan
itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Dua aliran etika teleologi :
1. Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari
setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan
dirinya sendiri.Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang
adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru
menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadihedonistis, yaitu ketika
kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai
kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
2. Utilitarianisme
berasal dari bahasa latin utilis yang berarti
“bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa
manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan
masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme,
kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest
happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang
terbesar.
b. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban.‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab:‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’. Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban.‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab:‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’. Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
c. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak
ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik
buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek dari
teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan
dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan
martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana
pemikiran demokratis.
d. Teori Keutamaan (Virtue)
memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan
apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan
sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang
telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik
secara moral.
4. Egoism
Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan
pandangan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki
pendapat untuk meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya –
intelektual, fisik, sosial dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian
terhadap orang lain maupun orang banyak pada umunya dan hanya memikirkan diri
sendiri. Egois ini memiliki rasa yang luar biasa dari sentralitas dari ‘Aku
adalah’:. Kualitas pribadi mereka Egotisme berarti menempatkan diri pada inti
dunia seseorang tanpa kepedulian terhadap orang lain, termasuk yang dicintai
atau dianggap sebagai “dekat,” dalam lain hal kecuali yang ditetapkan oleh
egois itu.
Teori eogisme atau egotisme
diungkapkan oleh Friedrich Wilhelm Nietche yang merupakan pengkritik keras
utilitarianisme dan juga kuat menentang teori Kemoralan Sosial. Teori egoisme
berprinsip bahwa setiap orang harus bersifat keakuan, yaitu melakukan sesuatu
yang bertujuan memberikan manfaat kepada diri sendiri. Selain itu, setiap
perbuatan yang memberikan keuntungan merupakan perbuatan yang baik dan satu
perbuatan yang buruk jika merugikan diri sendiri. Kata “egoisme” merupakan
istilah yang berasal dari bahasa latin yakni ego, yang berasal dari kata Yunani
kuno – yang masih digunakan dalam bahasa Yunani modern – ego (εγώ) yang berarti
“diri” atau “Saya”, dan-isme, digunakan untuk menunjukkan sistem
kepercayaannya. Dengan demikian, istilah ini secara etimologis berhubungan
sangat erat dengan egoisme filosofis.
PERILAKU
ETIKA DALAM BISNIS
1. Lingkungan Bisnis yang mempengaruhi
Perilaku Etika
Terdiri
dari beberapa faktor yaitu :
a. Prilaku
Organisasi
Banyak organisasi menyadari betul
perlunya menetapkan peraturan-peraturan perusahaan terkait perilaku dan
menyediakan tenaga pelatih untuk memperkenalkan dan memberi pemahaman tentang
permasalahan etika.
b. Lingkungan
Budaya
Lingkungan budaya berkaitan dengan
keadaan dan perkembangan nilai-nilai, kaidah, dalam suatu masyarakat.
Masyarakat lingkungan desa atau kota memiliki budaya social yang berbeda,
masyarakat desa membuat system kekerabatan perluasan keluarga, sedangkan kota
cendrung ke system keluarga inti.
c. Pengetahuan
Semakin banyak hal yang diketahui dan semakin baik seseorang
memahami suatu situasi, semakin baik pula kesempatannya dalam membuat
keputusan-keputusan yang etis. Ketidaktahuan bukanlah alasan yang dapat
diterima dalam pandangan hukum, termasuk masalah etika.
Beberapa
hal yang mendasari perlunya etika dalam kegiatan bisnis:
1) Selain
mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan, bisnis juga
mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia yang terlibat di
dalamnya.
2) Bisnis
adalah bagian penting dalam masyarakat
3) Bisnis
juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan pedoman bagi pihak –
pihak yang melakukannya.
2. Kesaling-tergantungan antara Bisnis
dan Masyarakat
Disetiap
perusahaan pastinya memiliki sebuah organisasi dengan struktur yang cukup jelas
dalam pengelolaannya, akan ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi
yang terlibat di dalamnya. Kesaling-tergantungan bekerja didasarkan pada relasi
kesetaraan, egalitarianisme.
Berikut adalah beberapa hubungan
kesaling tergantungan antara bisnis dengan masyarakat :
a. Hubungan
antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan ini merupakan hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik.
Hubungan ini merupakan hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik.
b. Hubungan
antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor.
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor.
c. Hubungan
dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer
3. Kepedulian Pelaku Bisnis terhadap
Etika
Dalam dunia bisnis etika tidak
hanya menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai
kaitan secara nasional dan bahkan internasional. Dunia bisnis yang mampu
mengembangkan etika maka akan menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras,
dan serasi. Untuk menciptakan etika yang dapat berjalan dengan baik, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
a. Pengendalian diri.
b. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).
c. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
d. Menciptakan persaingan yang sehat.
e. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”.
f. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
g. Mampu menyatakan yang benar itu benar.
a. Pengendalian diri.
b. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).
c. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
d. Menciptakan persaingan yang sehat.
e. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”.
f. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
g. Mampu menyatakan yang benar itu benar.
4. Perkembangan dalam Etika Bisnis
Kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan
etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu
sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan atau takaran,
berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan
bisnis.
5. Etika Bisnis dan Akuntan
Bisnis adalah suatu organisasi yang
menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk
mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis
dari bahasa Inggris “business”, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas,
ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan
yang mendatangkan keuntungan.
Etika bisnis
adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek
yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Ronald J. Ebert dan Ricky M. Griffin (2000:80), etika bisnis adalah
istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan perilaku dari etika seseorang
manajer atau karyawan suatu organisasi.
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik.
Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik.
ETHICAL
GOVERNANCE
1.
Governance
system
Merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam
perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan,
yaitu :
a. Commitment
on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang
dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah
:
- Undang Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
- Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang Undang No. 10 Tahun 1998.
b. Governance
Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat
yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan
yang berlaku.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
· Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal
20-09-1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar
Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
· Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal
15-12-2000 tentang Bank Umum.
· Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal
10-11-2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
c. Governance
Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan
tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional
perbankan.
d. Governance
Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek
hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai
hasil kinerja tersebut.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
·
Peraturan Bank
Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001 tentang Transparansi Kondisi
Keuangan Bank.
Keberagaman
system Corporate Governance
Terlepas
dari beragam nya sudut pandang memehami fenomena CG, secara umum manfaat Sistem
Governance adalah upaya untu meningkatkn nilai bagi berbagai pihak yang
berkepentingan yang terlibat dalam suatu organisasi dalam melakukan interaksi
dengan lingkungan nya.
2. Budaya Etika
Lingkungan
budaya berkaitan dengan keadaan dan perkembangan nilai-nilai, kaidah, dalam
suatu masyarakat. Masyarakat lingkungan desa atau kota memiliki budaya social
yang berbeda, masyarakat desa membuat system kekerabatan perluasan keluarga,
sedangkan kota cendrung ke system keluarga inti.
Bagaimana
budaya etika diterapkan ?
a.
Menetapkan kode etik perusahaan
Setiap
perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik
tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
b.
Menetapkan credo perusahaan
Merupakan
pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang
diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam
maupun di luar perusahaan.
c. Menetapkan program etika:
Suatu
sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan
pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi
pegawai baru dan audit etika.
3. Mengembangkan Struktur Etika
Korporasi
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat
itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara
keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran
bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders)
maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini
diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup,
masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
4. Kode Perilaku Korporasi (Corporate
Code of Conduct)
Code
of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku
bisnis PT. Perkebunan dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas
sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan
pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait
erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para
stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku
bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara
tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang
diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
5. Evaluasi Terhadap Kode Perilaku
Korporasi
Dalam mengimplementasikan
Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu
sebagai berikut :
- Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
- Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
- Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
- Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
- An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the Auditing Committee along with its Scope of Work.
REFERENSI
IAI KAP Aturan Etika Profesi
Akuntan Publik
IFAC Ethics Committee, IFAC Coe of Ethics for Professional Accountants,
International Federation of Accountants
Ketut Rinjin, “Etika Bisnis dan Implementasinya”, Gramedia Pustaka
Utama Jakarta 2004
Niki Lukviarman. Corporate
Goverance
Anoraga Pandji.
“Manajemen Bisnis”
Francis, Ronald D., “Ethics & Corporate Governance”, an Australian
Handbook, UNSW Press, 2000
IAI KAP Aturan Etika Profesi
Akuntan Publik
Sony Keraf. Etika Bisnis: “Tuntutan dan Relevansinya”, Kanisius, 1998 atau
terbaru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar