Jumat, 10 Juni 2016

Undang-Undang Perburuhan




HUKUM UNDANG-UNDANG PERBURUHAN

Definisi Hukum Perburuhan
Hukum Perburuhan adalah seperangkat aturan dan norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan Industrial antara Pengusaha, disatu sisi, dan Pekerja atau buruh disisi yang lain.
Definisi hukum perburuhan menurut para ahli hukum sebagai berikut :
 Molenaar, hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, buruh dengan buruh, buruh dengan penguasa.
Mok, hukum perburuan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan risiko sendiri.
Soetikno, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah perintah/pimpinan oranglain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja tersebut.
Sejarah Hukum Perburuhan
Pasca reformasi, hukum perburuhan memang mengalami perubahan luar biasa radikal. baik secara regulatif, politik, ideologis bahkan ekonomi Global. Proses industrialisasi sebagai bagian dari gerak historis ekonomi politik suatu bangsa dalam perkembanganya mulai menuai momentumnya. hukum perburuhan, setidaknya menjadi peredam konflik kepentingan antara pekerja dan pengusaha sekaligus. Secara regulatif, dan Gradual hukum perburuhan kemudian menemukan momentumnya. hal tersebut terepresentasi dalam tiga paket Undang-Undang perburuhan antara lain: Undang-undang No. 21 tahun 2000 Tentang Serikat Buruh, Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
 Sifat Hukum Ketenagakerjaan (perburuhan)
  Bersifat Hukum Privat (perdata)
Karena mengatur hubungan orang-perorangan yaitu antara pekerja dgn pengusaha
  Bersifat Hukum Publik
Karena dalam pelaksanaannya diperlukan campur tangan pemerintah, contoh: penetapan upah minimum, perizinan yang menyangkut ketenagakerjaan, masalah penyelesaian hubungan industrial, adanya sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana di bidang ketenagakerjaan. 
  Imperatif/ Memaksa (dwingenrecht) : artinya hukum yg harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar.
Contoh:                       
         Pasal 42 ayat (1) UU No.13/ 2003 ttg. izin  penggunaan tenagakerja
         Pasal 59 ayat (1) UU No.13/ 2003 ttg. pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu
  Bersifat Fakultatif/ Mengatur (regelendrecht)
Contoh :
         Pasal 51 ayat (1) UU No.13/2003 tentang  Pembuatan perjanjian kerja bisa tertulis dan tidak tertulis
         Pasal 16 PP No.8/ 1981 tentang  kebebasan pengusaha untuk membayar gaji di tempat yg lazim     

Tujuan Hukum Ketenagakerjaan
Dalam Pasal 4 UU No. 13/2003 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa tujuan Pengeturan ketenagakerjaan adalah untuk:
·         Memberdayakan & mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
·         Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai denga kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
·         Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
·         Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluargan


UNDANG UNDANG PERBURUHAN  NO.12 TH 1948
Tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh
Undang-undang ini menjelaskan tentang aturan-aturan terhadap pekerja buruh dalam hal persyaratan untuk menjadi seorang buruh, pengaturan jam kerja dan jam istirahat, pemberian upah, perlindungan terhadap buruh perempuan, tempat kerja dan perumahan buruh, tanggung jawab, pengusutan pelanggaran, dan aturan tambahan.
Undang-undang ini berfungsi untuk melindungi buruh dari hal-hal yang tidak diharapkan.
Adanya bunyi dari Undang-Undang Perburuhan No.12 Th 1948 :
Pasal 10.
(1) Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja tidak boleh lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu.
(2) Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus menerus harus diadakan waktu istirahat yang sedikitsedikitnya setengah jam lamanya; waktu istirahat itu tidak termasuk jam bekerja termaksud dalam ayat 1.
Pasal 13. ayat 2
(2) Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung.
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1964
Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta
Menimbang:
bahwa untuk lebih menjamin ketenteraman serta kepastian bekerja bagi kaum buruh yang disamping tani harus menjamin kekuatan pokok dalam revolusi dan harus menjadi soko guru masyarakat adil makmur, seperti tersebut dalam Manifesto Politik, beserta perinciannya, perlu segera dikeluarkan Undang-Undang tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta.
Pasal 1
(1) Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja.
(2) Pemutusan hubungan kerja dilarang:
a. Selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus menerus.
 b. Selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena mematuhi kewajiban terhadap  Negara yang ditetapkan oleh Undang-undang atau Pemerintah atau karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya dan yang disetujui Pemerintah.
 Pasal 2
Bila setelah diadakan segala usaha pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan, pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang bersangkutan atau dengan buruh sendiri dalam hal buruh itu tidak menjadi anggota dari salah satu organisasi buruh.
 Pasal 3
(1) Bila perundingan tersebut dalam pasal 2 nyata-nyata tidak menghasilkan persesuaian paham, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan buruh, setelah memperoleh izin Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah ( Panitia Daerah), termaksud pada pasal 5 Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 42) bagi pemutusan hubungan kerja perorangan, dan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (Panitia Pusat) termaksud pada pasal 12 Undang-undang tersebut di atas bagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2) Pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran dianggap terjadi jika dalam satu perusahaan dalam satu bulan, pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan 10 orang buruh atau lebih, atau mengadakan rentetan pemutusan-pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan suatu itikad untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
 Pasal 4
Izin termaksud pada pasal 3 tidak diperlukan bila pemutusan hubungan kerja dilakukan terhadap buruh dalam masa percobaan. Lamanya masa percobaan tidak boleh melebihi tiga bulan dan adanya masa percobaan harus diberitahukan lebih dahulu pada calon buruh yang bersangkutan.
 Pasal 5
(1)   Permohonan izin pemutusan hubungan kerja beserta alasan-alasan yang menjadi dasarnya harus diajukan secara tertulis kepada Panitia Daerah, yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat kedudukan pengusaha bagi pemutusan hubungan kerja perorangan dan kepada Pusat bagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.

• Pasal 51 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,mengenai pembuatan penjanjian kerja bisa tertulis dan tidak tertulis. Dikategorikan sebagaiPasal yang sifatnya mengatur oleh karena tidak harus/wajib perjanjiankerja itu dalam bentuk tertulis dapat juga lisan, tidak ada sanksi bagi mereka yang membuatperjanjian secara lisan sehingga perjanjian kerja dalam bentuk tertulis bukanlah hal yangimperative/memaksa;

• Pasal 60 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan 3 (tiga)bulan. Ketentuan ini juga bersifat mengatur oleh karena pengusaha bebas untuk menjalankanmasa percobaan atau tidak ketika melakukan hubungan kerja waktu tidak tertentu/permanen.

• Pasal 10 ayat(1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bagipengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. Merupakanketentuan hukum mengatur oleh karena ketentuan ini dapat dijalankan (merupakan hak) dandapat pula tidak dilaksanakan oleh pengusaha.


Nama    : Ancas Asri W.
NPM      : 2D214048
Kelas     :  2EB29
Tugas Softskill